Bioteknologi Forensik (DNA Fingerprint)


Bioteknologi Forensik (Dna Fingerprint)

Pengertian, Sejarah, dan Manfaat

DNA fingerprint adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil DNA nya. DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu karena setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda, maka dalam kasus forensik info ini bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di sidang pengadilan
 
DNA fingerprint adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik yang dipakai untuk  pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya.

DNA Fingerprint yang pertama kali diadopsi pada 1985 oleh Alec Jeffreys dari Oxford University. Penemuan Jeffrey ini dapat memberikan metode baru yang dapat mengungkap karakteristik dari masing-masing orang, dengan penanda gennya karena dalam setiap tubuh manusia, binatang, serta tanaman, dan mikroorganisme, terdapat sebuah struktur DNA yang unik.

Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada tahun 1987, dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris.Di Indonesia, istilah DNA fingerprint mulai mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa peledakan bom di tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-lain.

Beberap Jenis Teknik Analisa Hasil Pemeriksaan DNA Fingerprint

DNA fingerprint atau yang dikenal dengan sidik jari DNA adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kekhasan pola DNA setiap individu khususnya dalam bidang forensik. DNA fingerprint setiap individu berbeda-beda sehingga dapat digunakan sebagai bukti forensik pada kasus kejahatan. Tes DNA fingerprint ini bisa digunakan DNA yang terdapat pada inti sel atau DNA mitokondria.

Analisis menggunakan DNA inti telah lebih dulu digunakan dalam bidang forensik dan berkembang pesat. Analisis menggunakan DNA inti memiliki akurasi yang tinggi karena dirujuk pada DNA inti kedua orangtua (diploid). Kelemahan metode ini adalah bila salah satu atau kedua orangtua tidak ada. Penggunaan DNA inti saudara seayah-ibu, anak, paman, dan bibi atau kakek dan nenek kandung memerlukan koreksi berdasarkan segregasi Mendel. Sedangkan generasi ketiga atau saudara sepupu tidak dapat digunakan

Analisis menggunakan DNA mitokondria memiliki kelebihan utama yaitu penggunaan mtDNA adalah jumlah molekulnya yang mencapai ribuan dalam satu sel sehingga memungkinkan dilakukan analisis dari sampel yang sangat sedikit, misalnya cairan tubuh, akar atau batang rambut bahkan tulang dan fosil tulang. Selain itu, bentuknya yang relatif lebih stabil dan resisten terhadap degradasi. Ketiadaan mitokondria ayah pada keturunannya mempermudah analisis penurunan mtDNA. Karakteristik ini memungkinkan mtDNA sebagai alat untuk mengetahui hubungan maternal antar individu, mempelajari antropologi, serta biologi evolusi berbagai makhluk hidup. Kelemahan penggunaan mtDNA adalah kemungkinan menemukan kesamaan antar individu yang relatif tinggi, terutama individu yang terkait hubungan keluarga segaris ibu.

Adapun jenis-jenis analisa DNA yang dapat dilakukan pada tes DNA fingerprint adalah sebagai berikut:

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

Pada prinsipnya, RFLP merupakan semua mutasi yang menghilangkan ataumenciptakan sekuen rekognisi baru bagi enzim restriksi. Penyisipan (inersi),penghilangan (delesi), maupun subtitusi nukleotida yang terjadi pada daerahrekognisi suatu enzim restriksi menyebabkan tidak lagi dikenalinya situspemotongan enzim restriksi dan terjadinya perbedaan pola pemotogan DNA.

Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah RFLP. Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNAsetelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim restriksi yang mampu mengenal urutan basa tertentu dan memotong DNA (biasanya 4-6 urutan basa).

Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies bakteriyang menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang berbeda sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkankarena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga berbeda.

Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telahditentukan. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code)  Saat membandingkan hasil analisa dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.

Proses pada teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan denganmenggunakan enzim restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda. Kemudiandengan menggunakan gel yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini dinamakan electroforensis dan prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih pendek bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang.

Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi pada genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda pada bahan nilon. DNA probe yang tidak berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama.

b.        Polymerase Chain Reaction (PCR)

Metode PCR adalah suatu metode untuk memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim polymerase DNA. Reaksi teknik inididesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA polymerase sebanyak 20hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang tinggi. Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA memperbanyak  jumlahnya dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di laboratorium yaitu:

1.      Denaturation

Denaturation yaitu dengan memanaskan segmen atau urutan DNArantai ganda pada suhu 96º, sehingga DNA rantai ganda akan memisah menjadi rantai tunggal.

2.       Annealing atau Hybridization

Pada proses ini setiap rantai tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara mengikatkannya dengan DNA primer.Tahap ini dilakukan dengan menurunkan suhu hingga ke kisaran 40-60ºC selama 20-40detik.

3.      Extension atau Elongasi 

Pada tahap ini, DNA polymerase ditambahkan dan dilakukan peningkatan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, yaitu suhu 70-72ºC. Kemudian, DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai dengan pasangannya, dilanjutkan dengan proses replikasi. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung dan lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi.
  
c.         Short Tandem Repeats

STRs (Short Tandem Repeat)adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2-5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs.Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memilikikekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNAyang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak olehPCR hanya berkisar antara 200 500 pasangan basa.

Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yangmemiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu danmenghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs.

3.      Analisa Hasil Tes DNA Fingerprint

Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan spesimen, tahap proses laboratorium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan kesimpulan. Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode elektroforesis DNA. Intrepretasi hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya.

Ketika sampel DNA yang telah dimurnikan dimasukkan ke dalam mesin PCR sebagai tahapan amplifikasi, maka hasil akhirnya berupa copy urutan DNA lengkap dari DNA sampel. Selanjutnya copy urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda, maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu akan berbeda juga. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik jari(DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada dalamt ahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambar-gambar identifikasi DNA. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan mencocokkan tipe DNA korban dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA yang telah tersedia dalam data base.Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog melebihi ambang yang ditetapkan (misal 90%),maka dapat dipastikan korban adalah kerabat pihak tercurigai.

Adapun beberapa tahap analisa DNA fingerprint adalah sebagai berikut:

a.       Isolasi DNA

Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel. Setelah sampel didapat dari bagian tubuh tertentu, DNA fingerprint dimulai dengan isolasi DNA, kemudian sampel DNA diamplifikasi dengan menggunakan PCR. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan, sedangkan chilex digunakan untuk isolasi barang bukti berupa rambut.

b.      Memotong, mengukur dan mensortir

Enzim yang khusus disebut enzim restriksi digunakan untuk memotong bagian-bagian tertentu. Misalnya enzim Eco Ri, yang ditemukan dalam bakteri akan memotong DNA yang mempunyai sequen GAATT. Potongan DNA disortir menurut ukuran dengan teknik penyaringan disebut elektrophoresis. Potongan DNA dilewatkan gel yang dibuat dari agarose Teknik ini untuk memisahkan pita-pita menurut berat molekulnya.

c.       Transfer DNA ke membran nilon

Distribusi potongan DNA ditransfer pada sehelai nylon dengan menempatkan membran nylon diatas gel dan direndam selama 1 malam.

d.      Probing

Dengan menambahkan radioaktif atau pewarna probe pada sehelai membran nylon menghasilkan DNA fingerprint, Setiap probe seperti batang pendek (pita) hanya 1 atau 2 tempat yang khas pada helaian membran nylon tersebut.

4.      Contoh Teknik Sampel dan Isolasi DNA

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sampel untuk analisis DNA dapat diperolehdari berbagai jaringan, seperti bagian tulang, darah, sperma, dan sebagainya. Setiap jenis sampel yang berbeda mempunyai teknik penyiapan sampel yang berbeda dan teknik isolasi DNA yang berbeda pula. Beberapa teknik pengambilan sampel dan isolasi sebagai berikut:

a.      Tulang

Pertama, hancurkan tulang sampai berupa bubukan halus dan mesin bor dengankecepatan tertentu sehingga diperoleh bubukan tulang berukuran 100 µm. Dekalsifikasi 1gr bubuk tulang dengan 10 ml EDTA 0,5 M (pH 7,5), selanjutnya divorteks, diinkubasi pada suhu 56ºC dalam alat ultrasonik selama 2 jam. Proses tersebut dipantau dengan menambahkan larutan amonium oksalat pH 3.0 jenuh dan proses dihentikan setelahlarutan jernih. Kedua, DNA diisolasi dari tulang yang didekalsifikasi menggunakan 4 metode, yaitu metode Maxim (Silika/guanidium tiosianat), peranti DNAZol, pirant Ready AMP, dan ekstraksi menggunakan garam dapur NaCl. ketiga, dilakukan visualisasi DNA pada gel agarosa konvensional menggunakanmetode pengecatan perak dan perancangan primer menggunakan perangkat lunak.

b.      Jaringan

Sejumlah kecil contoh jaringan (=1.0-mm persegi) dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 500 larutan 5% chelex (berat/ vol dlm H20) dan dihancurkandengan ujung pipet. Sampel ini kemudian diputar (divortex) selama 1 menit, dan diinkubasikan pada suhu 56C selama 15 menit. Vortex kembali selama 1 menit, dan panaskan pada suhu 95C selama 10 menit. Sekali lagi dilakukan pemusingan (vortex) selama1 menit, dan disentrifus pada kecepatan 12,000g selama 3 menit. Supernatan yangdiperoleh (sekitar15 µl) siap digunakan untuk PCR.

c.       Darah dan Bercak darah (pada pakaian, karpet, tempat tidur, dan perban)

Darah yang diambil adalah darah vena. Darah diambil minimal 2 ml denganmenggunakan antikoagulan EDTA. EDTA akan menjaga agar DNA tidak terjadi degradasikarena DNAse akan dinonaktifkan. Tahapan isolasi DNA menggunakan darah adalah pemisahan sel darah putih dengan darh yang memiliki komponen-komponen lengkap,tahap purifikasi bertujuan untuk membersihkan sel darah putih dari zat-zat lainnya, tahap selanjutnya dalah presipitasi dilakukan dengan cara meneteskan larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk menghomogenkan larutan. Langkah akhirnya adalah pemberian tris-EDTA yang bertujuan untuk melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi.

d.      Sperma dan bercak sperma

Salah satu cara pengambilan langsung sperma adalah dengan secara fisik memisahkan sel-sel sperma pelaku dari sel-sel epitel korban. Sel-sel sperma dapatdikumpulkan dalam partikel-partikel magnetik atau butiran-butiran yang dapat dilapisidengan antibodi khusus untuk protein sperma. Butiran-butiran tersebut kemudiandibersihkan untuk menyingkirkan sel-sel epitel korban. Akhirnya, sperma yang telahdimurnikan tersebut dimasukan ke dalam reaksi PCR untuk menghasilkan profil DNA pelaku. Cara ini sangat tergantung dari keutuhan sel sperma, yang sulit didapatkan pada kasus dengan bukti kekerasan seksual yang sudah lama. Adapun prosedur penarikan sperma adalah:
1)      Memasukkan sampel ke dalam tabung ekstraksi dan menambahkan 500 µl Buffer Stain Ekstraksi dan 5 µl Proteinase K (20 ug/ul). Campur hingga homogen daninkubasi selama 2 jam pada suhu 37ºC
2)      Sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 16000 rpmc.
3)      Membagi sampel menjadi 3 fraksi : F1, F2, F3. F3 adalah Cairan yang tumpahditempatkan pada tabung ekstraksi baru, untuk selanjutnya diproses sesuaikebijaksanaan analis, F1 : Pisahkan cairan supernatan pada tabung mikrosentrifus, F2: Pelet sel sperma dibiarkan pada tabung ekstraksi awal
4)      Fraksi F2 : Menambahkan 500 µl Buffer Stain Ekstraksi dan 5 µl Proteinase K (20 ug/ul).Campur hingga homogen dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC. Sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 16000 rpm. Memurnikan pellet sel sperma dengan 1ml TNE, sentrifus pada kecepatanmaksimum selama 10 menit. Pisahan dan buang buffer TNE. Setelah dimurnikan,1 µl pellet dapat dianmbil untuk KPIC.
5)      Campur hingga homogen dan inkubasi selama 2 jam pada suhu 37ºC
6)      Meletakkan sampel F3 pada tabung ekstraksi dan sentrifus selama 5 menit padakecepatan 16000 rpm
7)      Ektraksi organic : menambahkan 500 µl phenol / kloroform / isoamyl alcohol padacairan. Kocok selama 1 menit hingga diperoleh emulsi keruh. Sentrifus selama 2menit pada kecepatan maksimum
8)     Menempatkan cairan jernih dari ekstraksi organic ke dalam tabung Microcon 100.Sentrifus, lalu keringkan
9)     Menambahkaan 50 100 µl TE lagi untuk membersihkan komponen residu ektraksidari DNA. Sentrifus hingga kering
10)  Menambahkan TE secukupnya, saring, lalu campur hingga homogen

5.      Metode Pemeriksaan DNA Fingerprint Pada Berbagai Kasus

DNA Fangerprint pada umumnya memiliki dua tujuan yaitu tujuan pribadi seperti, penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas), urusan imigrasi dan kewarganegaraan, solusi kasus bayi tertukar, dan untuk mengidentifikasi korban kecelakaan. Tujuan hukum seperti, untuk pembuktian terhadap kasus-kasus ktiminal (pemerkosaan atau pembunuhan).

a.      Penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas)

Tes paternitas adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Metode tes paternitas terbagi atas metode analisis DNA dan metode konvensional. Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA merupakan analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu, sehingga dapat memastikan (hampir 100%) bahwa sesorang adalah ayah biologis si anak atau bukan.

b.      Urusan Imigrasi dan Kewarganegaraan

Orang Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing dan berniat memboyong anak mereka pindah ke luar negeri harus memperlengkapi diri dengan hasil tes DNA yang membuktikan bahwa benar anak tersebut merupakan anak biologis mereka. Tujuannya untuk menghindari praktik perdagangan anak atau masuknya anak dengan cara ilegal.

c.       Solusi kasus bayi tertukar

Kasus bayi tertukar kebanyakan disebabkan kelalaian atau kecerobohan para penyedia jasa kesehatan. Misalnya, bayi yang baru lahir di rumah bersalin/rumah sakit tidak langsung diberi penanda identitas, bisa juga penanda ini mudah lepas, tintanya mudah terhapus dan lain-lain. Kecurigaan orangtua dibuktikan dengan tes DNA untuk memastikan identitas bayi yang sebenarnya.

d.      Peristiwa Bom Bali

Peristiwa pengeboman di bali yang menewaskan banyak orang dari berbagai negara dengan keadaan korban yang tidak bisa dikenali lagi menjadikan DNA Fingerprint sebagai salah satu cara yang tepat untuk mengidentifikasi para korban. Identifikasi dapat dilakukan dengan tes DNA yang membutuhkan sampel seperti rambut, darah, daging, tulang, mukosa rongga mulut dan kuku, yang kemudian akan di cocokkan dengan anggota keluarga korban. Dengan syarat inti sel pada sampel yang digunakan masih dalam keadaan baik (tidak rusak).

e.       Pembunuhan

Penggunaan teknik sidik jari dalam menyelesaikan kasus kriminal yang menyangkut pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis sekolah dilakukan oleh sir Alex Jefferies dan rekan kerjanya yaitu Dr. Peter Gill dan Dr. Dave warret di Inggris. Mereka melakukan penyelidikan dengan memeriksa bukti berupa noda yang sudah mengering. Yang terpenting yang dilakukan oleh Dr. Gill adalah mengembangkan penyelidikan dengan metode memeriksa sebaran sperma di sekitar sel vagina. Deterjen bisa menghilangkan sel vagina tapi tidak untuk sel sperma. Tanpa pengembangan ini sangat sulit untuk menggunakan DNA sebagai bukti dalam menangani kasus-kasus pemerkosaan.

Jefri dan rekan kerjanya membandingkan bukti DNA yang dikumpulkan dalam kasus yang mereka tangani dengan contoh air mani dari pembunuhan yang mirip yang terjadi sebelumnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua kejahatan itu dilakukan oleh orang yang sama. Dari sini, polisi memiliki satu tersangka utama. Tetapi ketika bukti DNA yang ada dibandingkan dengan darah tersangka ternyata sangat jelas perbedaanya. Kedua DNA tersebut sama sekali tidak cocok. Penyelidikan kemudian dilanjutkan, polisi mengumpulkan bukti-bukti DNA sebanyak 5500 buah dari berbagai populasi dengan cara tes darah sederhana, dari sini kemudian diambil 10 % untuk penyelidikan lebih lanjut. Setelah perdebatan yang cukup rumit tentang hasil analisis, penyelidikan akhirnya dihentikan karena tidak ada profil yang cocok dengan si pembunuh.

Setelah beberapa lama muncullah titik terang, seorang pria berkata bahwa ia dapat memberikan sampel atas nama temannya, pria itu kemudian diperiksa, ternyata serangkaian tes bisa dimengerti dan DNAnyapun dianalisis. Hasilnya ternyata pola dari DNA pria itu cocok dengan DNA dalam semen tersangka. Pria tersebut akhirmya mengaku telah melakukan dua kejahatan dan akhirnya harus mendekam dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.Kasus ini digunakan sebagai salah satu dasar penting tentang keterbatasan penggunaan DNA sebagai barang bukti. Dari kasus tersebut terlihat bahwa apabila tidak ada sampel yang sudah terlebih dahulu diketahui untuk dibuat perbandingan, sangat sulit untuk menentukan identitas orang yang dicari. Contohnya, apabila sampel darah dari korban dan tersangka sudah diketahui, pengelidik sangat mungkin untuk menentukan tersangka tunggal lewat identifikasi darah DNA yang ditemukan di pakaian tersangka.

Pemerkosaan

Pembuktian dengan menggunakan DNA pertama kali digunakan di Amerika Serikat dan bisa memberikan penjelasan ilmiah terhadap ribuan kasus kriminal. Pentingnya penggunaan bukti DNA lebih berguna ketika digunakan untuk menunjukkan kesalahan pernyataan saksi mata. Pernyataan saksi yang mungkin terlihat sebagai bukti standar pada umumnya dapat keliru. Pada tahun 1988 Victor Lopez, dituduh melakukan penyerangan seksual terhadap tiga orang wanita. Ketiga wanita itu melapor kepada polisi bahwa mereka diserang oleh lelaki berkulit hitam. Pada kenyataannya Victor Lopez tidak berkulit hitam, kejadian ini diangkat sebagai kasus yang tidak jelas. Darah Victor dianalisis dan dibandingkan dengan sperma yang tertinggal di tempat kejadian, ternyata DNA itu cocok. Akhirnya Lopez dinyatakan bersalah atas kasus tersebut.

0 Response to "Bioteknologi Forensik (DNA Fingerprint)"

Post a Comment