Pengertian Biogas
Biogas
adalah gas yang mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam
kondisi kedap udara). Pada dasarnya semua jenis bahan organik bisa di
proses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat,
cair) homogen seperti kotoran dan urine hewan ternak yang cocok untuk sistem
biogas sederhana. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi
produktivitas sistem biogas di samping parameter-parameter lain seperti
temperatur digester, pH, tekanan, dan kelembapan udara.
Bahwa
biogas merupakan teknologi pembentukan energi dengan memanfaatkan limbah,
seperti limbah pertanian, limbah peternakan, dan limbah
manusia. Selain menjadi energi alternatif, biogas juga dapat mengurangi
permasalahan lingkungan, seperti polusi udara dan tanah.
Biogas
adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara
bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan metan dan
karbon dioksida dan proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri metan. Feses ternak yang dimasukkan dalam
tangki pengurai (digester) akan mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas
yang mengandung metan, karbon dioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen.
Energi
biogas memiliki kelebihan-kelebihan dibanding energi nuklir atau
batubara, yakni tak beresiko tinggi bagi lingkungan.
Selain itu biogas tak memiliki polusi yang tinggi. Limbah biogas yaitu kotoran
ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang
sangat kaya unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.
Prinsip
dasar teknologi biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerob) untuk menghasilkan campuran
dari beberapa gas, di antaranya metan dan CO2. Biogas dihasilkan dengan
bantuan bakteri metanogen atau metanogenik, bakteri ini secara alami terdapat
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah
organik. Proses tersebut dikenal dengan istilah anaerobic
digestion atau pencernaan secara anaerob. Umumnya, biogas diproduksi
menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang dirancang agar
kedap udara (anaerob), sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme dapat
berjalan secara optimal.
Tahapan Metabolisme dalam Pembentukan Biogas
Biogas
merupakan sebuah proses produksi gas dari material organik dengan bantuan
bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut
anaerobik digestion. Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50 % ) berupa
metana. Hal ini juga disampaikan oleh Nurhasanah, dkk (Tanpa tahun) bahwa
komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi dalam pembentukan biogas
terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54–70% serta gas
karbondioksida (CO2) sekitar 27–45%. Biogas dapat digunakan
sebagai bahan bakar, seperti halnya gas alam, sementara campuran lumpur atau
cairan biologis hasil fermentasi dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk
tumbuhan. Biogas hanya dapat terbakar apabila kandungan metana di dalamnya
mencapai 45% atau lebih.
Gas
methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan
bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu
sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m³, sedangkan gas metana murni mengandung energi
8900 Kcal/m³. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat
dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan
sebagainya. Sistem produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti:
(a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak
sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas.
Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan
diuraikan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama
material organik akan didegradasi menjadi asam asam lemah dengan bantuan
bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat
hidrolisis dan asidifikasi. Setelah material organik berubah menjadi asam asam,
maka tahap kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana
dengan bantuan bakteri pembentuk metana seperti methanococus, methanosarcina, methanobacterium.
Pada umumnya ada tiga macam digester, yaitu digester fiber, plastik, dan semen.
Pembentukan
biogas yang dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, meliputi tiga tahap,
yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap
hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan
organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer
menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana)
yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri
pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan
dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat,
gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Pada tahap metanogenik adalah proses
pembentukan gas metan. Proses tersebut dapat dilihat pada
Pada
proses anaerob, bahan organik didegradasikan menjadi metana dan karbondioksida
melalui tahap-tahap berlainan yang merupakan serangkaian kegiatan metabolik
dari kelompok-kelompok mikroorganisme yang berbeda. Adapun tahap-tahap ini
dapat dibedakan menjadi 4 tahap utama yaitu:
a. Hidrolisis dan Asidifikasi
Mula-mula,
bakteri fermentatif akan menghidrolisis substrat polimer seperti polisakarida,
protein dan lemak menjadi monomer-monomer gula, asam amino dan
peptida.
b. Asidogenesis
Pada
tahap ini, hasil hidrolisis dari tahap sebelumnya akan difermentasikan menjadi
asam lemak volatil (asam asetat, asam butirat dan propionat) dan asam lemak
rantai panjang, CO2, format, H2, NH4+, HS–, alkohol.
c. Asetogenesis
Bakteri
sintropik atau bakteri asetogenik pereduksi proton, menguraikan propionat, asam
lemak rantai panjang, alkohol, beberapa asam amino dan senyawa aromatik,
menjadi H, format dan asetat. Degradasi senyawa-senyawa ini membentuk H2 biasanya
dihindari, kecuali bila konsentrasi H2 atau format,
dipertahankan cukup rendah oleh bakteri pengguna H2 seperti
metanogen ataupun bakteri homoasetogenik yang mengubah H2 dan
CO2 menjadi asetat. Karena banyaknya variasi organisme yang
terlibat dalam reaksi-reaksi di atas dan kemampuan mereka untuk menjalankan
tipe metabolisme yang lain seperti fermentasi atau reduksi sulfat, organisme
yang terlibat pada tahap ini disebut pemetabolisme sintropik.
d. Metanogenesis
Tahap
terakhir melibatkan 2 kelompok metanogen yang berbeda, yakni metanogen hidrogenotropik
yang menggunakan H2 dan format dari reaksi sebelumnya untuk mereduksi
CO2 menjadi CH4, dan metanogen asetotropik yang menguraikan asetat
menjadi CO2 dan CH4.
3. Faktor yang Berpengaruh dalam
Pembentukan Biogas
Aktivitas
metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada faktor temperatur,
a. Temperatur
Gas
metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai
dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0–70C,
bakteri mesophilic pada temperatur 13–400C,
sedangkan thermophilic pada temperatur 55–600C.
Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30–350C,
kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan
bakteri dan produksi methana di dalam digester dengan lama proses yang
pendek. Bakteri mesophilic adalah bakteri yang
mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan
dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila
perubahan berjalan perlahan. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 400C
produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa
hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit. Perubahan temperatur tidak
boleh melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic
selang perubahan temperatur berkisar antara 20C/ jam, bakteri
mesophilic 10C/ jam dan bakteri thermophilic 0,50C/ jam.
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat
keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan mempertahankan pH agar
stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki
kisaran pH antara 5–9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7–8,5.
Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada
keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal
dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7–8,5. Bila derajat
keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan
mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat keasaman dari
bahan didalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester.
Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari
keluaran/ effluent digester atau pengambilan sampel dapat
diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan
sampel.
c. Ketersediaan Unsur Hara
Bakteri
anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung
nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Level nutrisi
harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh
bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan
menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan
bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa
tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam
digester. Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik
apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus
nitrogen berlebihan, sangat penting untuk mempertahankan pada level yang
optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik.
d. Alkalinitas
Alkalinitas
limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat (CO32)
dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium,
magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas limbah cair membantu
mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan
asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan
biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas diperoleh
dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil
dalam satuan mg/L CaCO3.
Biomassa
Biomassa
Pengertian Biomassa
Biomassa
merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan
sebagai sumber bahan bakar. Biomassa mengacu pada materi biologis nonfosil
yang secara langsung ataupun tidak langsung dihasilkan dari proses
fotosintesis. Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar. Contohnya,
kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel untuk kemudian
digunakan sebagai bahan bakar.
Dari
perspektif sumber daya energi, definisi umum terhadap biomassa adalah sumber
daya hewan dan tumbuhan serta limbah yang berasal darinya, di mana ia terkumpul
dalam jangka waktu tertentu (tidak termasuk sumber fosil). Seiring dengan itu,
biomassa tidak hanya mencakup berbagai jenis tanaman pertanian, kayu, tumbuhan
perairan, pertanian konvensional yang lain, kehutanan, sumber daya perikanan,
tetapi juga mencakup lumpur pulp, sisa fermentasi alkohol, dan limbah industri
organik lain, sampah dapur, limbah kertas, serta lumpur limbah.
Biomassa
yang ditanam di ladang atau diperoleh dari hutan untuk tujuan tertentu disebut
sebagai biomassa asli, sedangkan biomassa limbah dari hasil produksi, konversi
dan pemanfaatan dinamakan sebagai biomassa limbah dan digunakan untuk tujuan
lain. Misalnya, ampas tebu yang merupakan limbah dari pemrosesan ekstraksi gula
dan proses penyulingan etanol. Pemanfaatan biomassa limbah juga penting untuk
menghindari konflik antara penggunaan bioenergi dengan pakan ternak.
Biomassa dapat
digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak
langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar.
Potensi energi biomassa di Indonesia sangat besar. Limbah
biomasaa yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi lsitrik bisa berasal dari tandan
kosong kelapa sawit, tongkol jagung, dan sekam padi. Sekam padi merupakan
limbah biomassa yang paling besar menghasilkan potensi listrik bagi Indonesia.
Potensi
energi terbarukan dari biomassa yang besar dan belum banyak dimanfaatkan secara
optimum. Potensi energi biomassa yang sudah dimanfaatkan atau hanya 0.64% dari
seluruh potensi yang ada. Diperkirakan 75 persen berat kering biomassa (massa
total organisme hidup), dedaunan, dan kayu terdiri dari karbohidrat (gula,
pati, hemiselulosa, dan selulosa). Beberapa proses kini telah diuji coba untuk
mengonversi karbohidrat menjadi bahan bakar misalnya: pembuatan minyak bio
melalui pirolisis biomassa, produksi alkana atau metanol melalui proses
sintesis Fischer-Tropsch dari campuran gas CO dan H2O yang
diturunkan dari biomassa, dan 3 konversi gula dan metanol menjadi hidrokarbon
aromatik dengan bantuan zeolit.
Dari
sekian jenis energi alternatif yang ada, untuk kondisi di Indonesia saat ini
pemberdayaan energi biomassa disarankan sebagai prioritas utama di samping
pengembangan energi alternatif yang lain sebagai pendukung. Pemilihan energi
biomassa sebagai prioritas utama berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut.
a. Indonesia merupakan negara
agraris yang besar yang dipastikan akan mampu memasok sumber bahan baku
biomassa dari limbah pertanian, perkebunan dan peternakannya.
b.
Energi
biomassa merupakan energi yang ramah lingkungan.
c. Dalam
penyediaan energi panas dapat digabung (mix) dengan batubara. Energi
biomassa merupakan energi yang ramah lingkungan karena gas CO2 yang
dihasilkan dari pembakarannya meskipun bersifat gas rumah kaca (GHG),
tetapi tidak diperhitungkan akan menyebabkan pemanasan global, karena dianggap
akan diserap kembali oleh tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis guna
membentuk senyawa carbon dan hydrogen dalam tanaman.
d. Pembakaran
biomassa di dalam ruang bakar menggunakan boiler mengurangi efek polusi asap
karena pembakaran dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk
mengendalikan asap, sehingga lebih efisien dan bersih daripada pembakaran
langsung.
Biomassa
memiliki jenis dan komposisi yang beragam. Beberapa komponen utama biomassa
adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, kanji, dan protein. Pohon biasanya
mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin seperti tanaman herba walaupun
persen komponennya berbeda satu sama lain. Jenis biomassa yang berbeda memiliki
komponen yang berbeda, misalnya gandum memiliki kadar pati yang tinggi, sedangkan
limbah peternakan memiliki kadar protein yang tinggi. Karena komponen ini
memiliki struktur kimia yang berbeda, maka reaktivitasnya juga berbeda. Dari
segi penggunaan energi, biomassa berlignoselulosa yang terutama mengandung
selulosa dan lignin seperti pohon berada dalam jumlah yang banyak dan memiliki
potensi yang tinggi.
Teknologi Biomassa
Semua
materi organik mempunyai potensi untuk dikonversi menjadi energi. Biomassa
dapat secara langsung dikonversi menjadi bahan padatan, cair atau gas untuk
menghasilkan panas dan listrik. Konversi ini dilakukan melalui teknologi
biomassa (Tambunan, 2007). Teknologi biomassa (biomass technologies)
adalah cara-cara untuk mengubah bahan baku biomassa menjadi energi yang lebih
bersih dan efisien. Teknologi biomassa meliputi sistem pembakaran langsung (direct
combustion), pembriketan (briquetting), perancangan tungku yang
effisien (improved stove), gasification, pirolysis,
anaerobic digestion dan liquefaction.
a. Densifikasi (Pemeletan/ pembriketan)
Densifikasi
adalah teknik konversi biomassa menjadi pelet atau briket. Briket atau pellet akan memudahkan dalam
penanganan biomassa. Tujuannya agar meningkatkan densitas dan memudahkan
penyimpanan dan pengangkutan. Proses ini dapat menaikkan nilai kalori per unit
volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran, dan kualitas yang
seragam.
Untuk bahan bakar disebut sebagai pelet kayu, ogalite (briket
kayu), briket batu bara, atau bahan bakar komposit. The Japan Institute of Energy (2008) menyampaikan
bahwa densifikasi melalui beberapa tahapan sebagaimana contoh pemeletan
kayu.
2) Proses penggilingan
Bahan
baku seharusnya digiling berdasarkan ukuran pelet. Untuk keseluruhan kayu atau
limbah berukuran besar, bahan baku akan dihancurkan terlebih dahulu sebelum
proses pengeringan supaya kadar air seragam.
3) Proses pemeletan
Alat
yang digunakan terdiri atas pengumpan, penggulung, dan lumping.
4) Pendinginan
Karena
pelet yang telah dibuat memiliki suhu yang tinggi dan mengandung kadar air yang
tinggi pula, maka diperlukan proses pendinginan.
5) Proses penapisan
Pelet
yang berkualitas rendah akan dikeluarkan di dalam proses ini. ia akan digunakan
sebagai energi untuk pengeringan.
b. Direct Combustion
Teknologi direct
combustion secara umum berlangsung menurut siklus Rankine yang
melibatkan turbin uap untuk menyalakan generator. Sistem ini berkembang dengan
baik dan sudah terdapat secara komersial di penjuru dunia. Pada teknologi direct
combustion, tekanan uap digunakan dalam boiler untuk membakar biomassa
padat (biomassa yang sudah dikeringkan, dipipihkan, dibentuk menjadi pelet atau
briket).
Pembakaran
biomassa merupakan penggunaan biomassa termudah untuk mendapatkan panas, dan
digunakan secara luas karena penghasilan NOx, SOx, HCl dan dioksin yang rendah,
yang merupakan kelebihan pembakaran biomassa dan juga karena kemampuan
terbakarnya yang sangat baik. Panas pembakaran digunakan sebagai pembangkit
tenaga listrik dan produksi panas melalui pengembalian panas dari media
pemindah panas seperti uap dan air panas menggunakan ketel kukus atau konverter
panas.
Dalam
penyediaan air panas dan pusat energi untuk kompleks industri, kogenerasi
berbahan bakar dari sisa kayu dan pertanian digunakan secara luas. Ada banyak
pembangkit listrik dan pembangkit pemanfaatan panas tanpa memperhatikan skala
telah menggunakan sekam padi, ampas tebu, sisa kayu, sisa kelapa sawit dan
kotoran ayam, dan sebagainya.
c. Combine Heat and Power (CHP)
Produksi
listrik dari panas dari satu sumber energi pada waktu yang sama disebut panas
dan daya tergabung (Combine Heat and Power (CHP)). Untuk
menghasilkan listrik dari biomassa, energi dari biomassa diubah menjadi energi
kinetik untuk menggerakkan dinamo dan sebagai akibatnya energi listrik diperoleh.
Metode utama untuk mengubah energi dari biomassa menjadi energi kinetik adalah
sebagai berikut.
1) Uap yang berasal dari panas
pembakaran biomassa dan turbin uap diputar.
2) Gas yang mudah terbakar dari
hasil pirolisis atau degradasi mikroba biomassa dan mesin gas atau turbin gas
diputar menggunakan gas.
d. Gasifikasi
Gasifikasi
merupakan konversi dengan menggunakan oksidasi parsial pada suhu karbonisasi
sehingga menghasilkan bahan bakar gas dengan level panas berkisar antara
0,1-0,5 dari gas alam, tergantung proses gasifikasi yang dilakukan. Produk gas
yang dihasilkan merupakan campuran dari hidrogen (H2), karbon
moniksida (CO), metana (CH4), karbondioksida (CO2), uap
air, dan sejumlah kecil senyawa hidrokarbon.
e. Gasifikasi Hidrotermal
Gasifikasi
hidrotermal merupakan perlakuan terhadap biomassa dalam air panas terkompresi.
Biasanya diatas 3500C dan di atas 20 Mpa untuk mendapatkan gas yang
mudah terbakar.
Gasifikasi
hidrotermal cocok untuk perlakuan biomassa basah. Ketika biomassa basah akan
digasifikasi, gasifikasi termokimia tidak dapat diterapkan karena kadar air
tinggi. Di sisi lain, gasifikasi hidrotermal menggunakan air sebagai media
reaksi, dan dengan demikian biomassa basah dapat ditangani tanpa pengeringan
terlebih dahulu.
f. Pyrolisis
Pyrolisis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa
oksigen, untuk menghilangkan komponen volatil pada karbon.
Hasil dari proses ini selalu dalam bentuk gas, dan hasil penguapannya dapat
menghasilkan bahan bakar cair dan padatan sisa. Bahan bakar cair ini dapat
menghasilkan panas dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin atau
turbin.
g. Karbonisasi
Karbonisasi
merupakan teknologi yang mengubah biomassa menjadi arang. Cara ini dapat
mengantisipasi emisi karbon ke atmosfer yang biasa dihasilkan oleh proses
pembakaran biomassa. Karbonisasi dilakukan dengan memanaskan biomassa
padat seperti kayu, kulit kayu, bambu, sekam, padi, dan lain-lain pada 400-6000C
dalam kondisi hampir tidak ada atau sama sekali tidak ada oksigen. Proses ini
dapat menghasilkan tar, asam piroligneus, dan gas mudah terbakar sebagai hasil
samping produk. Karbonisasi merupakan istilah umum untuk distilasi
kering. Tujuan dari karbonisasi adalah meningkatkan nilai kalor pada
produk arang yang padat.
Reaksi
karbonisasi pada dasarnya sama dengan reaksi pirolisis dalam suatu gas yang
lembam seperti nitrogen. Untuk kayu, hampir semua air diuapkan pada suhu di
bawah 2000C, tiga komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa dan
lignin terdekomposisi untuk menghasilkan fraksi cair dan fraksi gas, terutama
terdiri atas CO dan CO2, pada 200-5000C oleh karena itu
mengalami penurunan berat yang cepat. Pada wilayah ini, tiap komponen dari kayu
melalui proses dehidrasi dan depolimerasi untuk mengulangi pengikatan ulang
secara intermolekuler dan intramolekuler, dan fragmen berbobot molekul
rendah.yang dihasilkan dipecah menjadi produk gas dan cair. Sedangkan fragmen
dengan bobot molekul tinggi yang terbentuk melalui kondensasi diarangkan
bersama dengan bagian yang tidak terdekomposisi. Arang dapat digunakan sebagai
bahan bakar padat.
Pada
proses karbonisasi juga akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4,
H2, formaldehid, methana, formik, acetil acid serta zat yang tidak
terbakar seperti CO2, H2O, dan tar cair. Gas-gas yang
dilepas pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
h. Proses Anaerobik
Proses
anaerobik merupakan proses biologis yang mengkonversi biomassa baik padatan
maupun cairan menjadi gas tanpa oksigen. Proses anaerobikmelibatkan
mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen dalam suatu digester.
Gas
yang dihasilkan didominasi oleh metana dan CO2. Hasil ikutan berupa
kompos dan pupuk untuk pertanian dan kehutanan (Tambunan, 2007). Sisa
pengolahan berupa limbah padat dan cair yang dihasilkan dari proses ini dapat
dimanfaatkan sebagai kompos.
Prosesini menghasilkan gas produk berupa metana (CH4) dan karbondioksida (CO2)
serta beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H2, N2,
dan H2S. Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu
proses anaerobikkering dan basah. Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini
adalah kandungan biomassa dalam campuran air. Pada anaerobik kering memiliki
kandungan biomassa 25-30% sedangkan untuk jenis basah memiliki kandungan
biomassa kurang dari 15%.
Proses
anaerobik sangat efektif dalam mengolah limbah yang basah dan lembab.
Bahan-bahan yang dapat diperlakukan dengan proses anaerobik adalah sampah
organik pertanian dan industri serta fraksi organik dari sampah padat lain.
Pengolahan/konversi
biomassa secara anaerobik juga dapat menghasilkan bioethanol. Etanol umumnya
diproduksi dengan fermentasi secara batch dan fed
batch dengan menggunakan mikroba Saccharomyces dan
dapat menghasilkan etanol yang tinggi, sekitar 12-14% (v/v). Organisme
termofilik potensial telah diteliti untuk produksi etanol pada suhu inggi,
seperti Clostridium thermochelum dan Thermoanaerobacter spp.
Konstruksi yeast thermotolerant yang dapat mengekspresikan
selulase termostabil juga telah dilaporkan.
Metode
perlakuan awal merupakan cara untuk pelarutan dan pemisahan satu atau lebih
empat komponen utama biomassa (hemiselulosa, selulosa, lignin, dan ekstraktif
lain) untuk membuat komponen biomassa lebih sesuai untuk perlakuan secara
kimiawi atau biologi. Hidrolisis (proses sakarifikasi) memecah ikatan hidrogen
dalam fraksi hemiselulosa dan selulosa menjadi komponen gula: pentosa dan
heksosa. Gula-gula ini kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Setelah proses
perlakuan awal, ada dua tipe proses untuk menghidrolisis biomassa untuk
fermentasi menjadi etanol. Proses yang umum digunakan adalah hidrolisis secara
kimiawi (hidrolisis secara lemah dankuat) dan hidrolisis secara enzimatis. Ada
metode lain tanpa menggunakan bahan kimia atau enzim, walaupun jarang digunakan
secara komersial, yaitu penggunaan sinar gamma atau iradiasi
dengan elektron, atau iradiasi dengan microwave.
i. Biomass Liquefaction
Biomass liquefaction adalah proses pengubahan
biomassa menjadi bahan energi cair.Teknologi ini dibedakan menjadi dua yaitu
konversi secara biokimia (biochemical conversion) untuk menghasilkan
alkohol dan konversi secara termokimia (thermochemical conversion) untuk
menghasilkan bio-oil.
Konversi
secara biokimia biasanya menggunakan bahan nabati yang banyak mengandung
karbohidrat seperti pati, kentang, gula, dan lain-lain. Konversi secara
termokimia menggunakan bahan nabati minyak-lemak baik yang bersifat alami
pangan (edible seperti kelapa sawit, kelapa, kacang tanah, kacang
kecipir) maupun yang nonpangan (nonedible seperti jarak pagar,
kapok/ randu, nyamplung dan lain lain).
Biodiesel
Pengertian Biodiesel
Secara
prinsip kimia, penemuan energi alternatif berbeda tipis dengan penemuan energi
konvensional (minyak bumi). Hal ini dinyatakan oleh Direktur PT Rekayasa
Industri Triharyo Soesilo, yang menyatakan bahwa kedua jenis energi ini
sama-sama mengaktifkan energi matahari. Perbedaannya, minyak bumi terjadi
karena dipress sekian lama (di perut bumi). Namun energi itu bisa disimulasi di
dalam tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan. Energi ini yang selanjutnya menjadi
bahan bakar nabati. Proses simulasi energi ini yang selanjutnya menghasilkan
bahan bakar biodiesel.
Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif dari sumber terbarukan (renewable) yang
bersifat ramah lingkungan, dengan komposisi ester asam lemak dari minyak
nabati. Senyawa alkil ester diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi)
antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan
katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam
lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi
senyawa alkil ester dan air.
Reaksi
kimia proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester
menggunakan senyawa organik methanol dapat di lihat pada
Biodiesel
juga didefenisikan sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak nabati yang
mempunyai kualitas menyerupai minyak diesel ataupun solar. Minyak diesel digunakan
sebagai bahan bakar pada mesin diesel stationer (pada PLN atau keperluan
industri) sedangkan solar digunakan sebagai bahan bakar pada mesin diesel moveable (alat-alat
transportasi).
Biodiesel
digunakan dalam bentuk campuran antara biodiesel murni dengan solar. Pengkodean
pencampuran biodiesel dalam solar ditulis dengan huruf B diikuti dengan
prosentase biodiesel yang dicampurkan. Sebagai contoh B20 adalah campuran bahan
bakar yang mengandung 20% volume biodiesel dan 80% volume solar. Setiap
campuran biodiesel-solar akan mempunyai karakteristik masing-masing pada saat
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
Hasil
pengujian emisi gas buang mesin diesel berbahan bakar biodiesel menunjukan
adanya partikel, hidrokarbon dan karbon monoksida yang lebih rendah pada
saluran buang (Winaya, 2002 dalam Murni, 2010). Dari hasil
penelitian didapatkan emisi gas buang dari campuran 70 % volume solar dan 30% volume
methyl ester sawit (MES-30) dan dari campuran 70 % volume solar dan 30 % volume
methyl ester jarak (MEJ-30) membentuk trend yang serupa dengan solar,
menghasilkan emisi smoke, hidrokarbon, dan CO lebih rendah dibandingkan dengan
solar.
Tanaman
Penghasil Biodiesel
Indonesia
memiliki berbagai macam jenis biji-bijian tumbuhan penghasil minyak/lemak,
diantaranya: kelapa sawit, jarak pagar, jagung, rambutan, labu merah, pepaya,
sirsak, srikaya, karet dan lain-lain dengan prosentase kadar lemak yang berbeda-beda.
Kadar
minyak yang dihasilkan oleh tanaman tersebut diatas memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai biodiesel. Namun demikian realisasi pengembangannya masih
belum optimal dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Diantara jenis tanaman
tersebut belum semuanya berhasil dikembangkan sebagai sumber energi alternatif
biodiesel dan penulis merangkum beberapa diantaranya yang telah berhasil
dikembangkan yaitu jarak pagar, kelapa sawit, dan alga.
0 Response to "Biogas, Biomassa Dan Biodisel"
Post a Comment