Untuk mengetahui lebih dalam hubungan
kebudayaan dengan pendidikan perlu dipahami terlebih dahulu hakekat dari
kebudayaan itu sendiri. Ada beberapa pandangan tentang kebudayaan sebagai berikut.
1.
Pandangan superorganik tentang
kebudayaan
Menurut pandangan pengikut paham
superorganik kebudayaan adalah sabuah realita yang bersifat superorganis,
sebuah realita yang berada di atas atau di luar individu-individu yang menjadi
pendukung suatu kebudayaan serta mempunyai hukum-hukum pengembangan sendiri.
Durkheim menggunakan konsep “collective representation” untuk
mengungkapkan gagasannya tentang relita kebudayaan. Kebudayaan adalah “makhluk
istimewa” yang mengambil alih hakekat psikologis individu-individu pendukungnya dan melaksanakan kehendaknya
terhadap individu tersebut, tergantung apakah kebudayaan tersebut berbentuk
kebudayaan terbelakang atau maju, kebudayaan desa tertutup atau kota modern.
Kroeber mengatakan bahwa kebudayaan
merupakan fenomena exixtensia, warisan sosial suatu masyarakat, membentuk
realitanya sendiri, realita superorganis yang tidak dapat diredusir ke dalam
realita inorganis atau organis.
2.
Pandangan konseptualis tentang
kebudayaan
Menurut pengikut konseptualis kebudayaan
tidak sebagai sesuatu yang dapat diamati secara nyata dan tidak pula sebagai
sebuah materialita yang tidak dapat diamati, tetapi kebudayaan tersebut
merupakan sebuah penamaan umum bagi banyak perilaku manusia seperti menulis
buku-buku, proses pendidikan, perang dan perilaku lainnya.
Kebudayaan tidak lebih dari kepribadian
manusia dan interaksi kepribadian-kepribadian merupakan salah satu pandangan
yang melihat kebudayaan hanya ada dalam fikiran individu-idividu yang membentuk
masyarakat.
3.
Pandangan realis tentang kebudayaan
Menurut kaum realis, kebudayaan adalah
jumlah dari apa umumnya disetujui sebagai peristiwa-peristiwa budaya pada suatu
waktu, seperti kata-kata, hubungan-hubungan antar pribadi, proses-proses
pengelompokkan, teknik-teknik, dan responrespon simbolik manusia pada umumnya.
Dengan demikian bagi kaum realis kebudayaan adalah sebuah konsep dan realita
empiris.
Kebudayaan
dan Kepribadian
Antara kebudayaan dan kepribadian
mempunyai hubungan yang erat. Menurut pandangan para pengkaji kebudayaan dengan
kepribadian, tahun-tahun awal kehidupan anak-anak sangat vital bagi pembentukan
kepribadian anak, karena itu masa kanak-kanakyang sama akan menghasilkan
kepribadian orang dewasa yang sama. Karena kebudayaan menentukan apa yang harus
diajarkan oleh orang tua dan bagaimana cara mengajarkannya (isi dan cara
sosialisasi), maka bisa diharapkan behwa kebudayaan dengan nilai-nilai tertentu
akan menghasilkan tipe kepribadian tertentu.
Umpamanya teori yang dikemukakan Mc.
Clelland secara eksplisit mengatakan bahwa cara dan isi pendidikan anak mulai
dari lahir yang menekankan tema percaya pada diri sendiri, ketaktergaantungan,
kebebasan dan persaingan yang sehat telah menghasilkan orang-orang Amerika yang
sangat berorientasi pada prestasi dan menjadi pengusa yang kreatif dan
inovatif.
Manusia
Sebagai Makhluk dan Pencipta Kebudayaan
Kebudayaan
adalah ciptaan manusia dan syarat bagi kehidupan manusia. Manusia menciptakan kebudayaan dan kebudayaan menjadikan
manusia makhluk
berbudaya. Selama
masa kanak-kanak dan masa mudanya enkulturasi menstabilkan budaya, karena
enkultulrasi mengembangkan kebiasaan
sosial yang diterima menjadi kepribadian yang makin meningkat dan matang.
Dikala dewasa enkulturisasi sering mendorong perubahan karena banyak
bentuk-bentuk perilaku yang memerlukan enkulturisasi pada orang dewasa, tidak
bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi dirinya sendiri.
Makin terenkulturasi seorang anak maka
akan semakin dalam kebiasaan-kebiasaan budaya yang ditanamkan, maka semakin
kaku orang dewasa yang terbentuk. Karena itu pentingnya terutama dalam suatu
masyarakat yang cepat berubah dan demokratis, latihan untuk pertimbangan bebas
dan kritis hendaklah mu lai tahun-tahun awal jika kita ingin memajukan
pemikiran yang terbuka dan lentur.
Banyak sekali pengaruh budaya terhadap
kehidupan manusia yaitu diantaranya: kebudayaan menyusupi kehidupan sadar
manusia, kebudayaan membentuk manusia secara intelektual, emosional dan bahkan
secara fisik, kebudayaan menentukan emosi apa yang diungkapkan manusia, kebudayaan
menentukan bagaimana cara berpikir tentang dunia dan bagaimana kita
memandangnya serta kebudayaan membebaskan sekaligus membatasi manusia.
Kebudayaan membatasi kebebasan bertindak
secara eksternal (melalui hukum dan sangsi) dan secara internal (melalui
kebiasaan dan kesadaran) untuk menciptakan tertib social yang perlu bagi
kehidupan manusia.
Kebudayaan dan kepribadian merupakan
tempat bertemunya psikologi dan antropologi. Dengan arti kata bahwa kita tidak
dapat secara baik mengerti perilaku individu tanpa mempertimbangkan latar dan
komponen budayanya, juga kita tidak dapat memahami institusi budaya tanpa ada
pengetahuan tentang individu-individu
yang turut serta didalamnya. Kebudayaan dan kepribadian menentang kecenderungan para psikolog untuk memusatkan
perhatian kepada individu baik sendirian maupun dalam hubungan dengan beberapa
orang terpilih.
Beberapa
Pendekatan Tradisional terhadap kajian Kebudayaan dan Kepribadian.
Tekanan utama dalam kajian kebudayaan
dan kepribadian adalah sejauh mana kebudayaan membentuk kepribadian dari
anggota-anggotanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Menurut pandangan ini,
masa pendidikan awal yang membentuk pola kepribadian dewasa karena itu masa
kanak-kanak yang sama akan menghasilkan kepribadian yang sama.
1.
Pendekatan
Konfigurasi
Teori
Konfigurasi oleh Ruth Benedict dan Margaret Mead. Benedict mengatakan bahwa konfigurasi dasar sebuah kebudayaan dapat
dikorelasikan dengan tipe korelasi tertentu yang karena itu mempengruhi
pengambilan, pertumbuhan, dan perubahan banyak elemen pada suatu kebudayaan.
Benedict
mendalilkan satu kepribadian untuk tiap kebudayaan sebaliknya Margaret Mead
menemukan beberapa tipe kepribadian. Menurutnya kedalam tiap-tiap kebudayaan, lahir sejumlah tipe
temperament, genetis dan konstitusional dari padanya hanya beberapa yang diizinkan berkembang
yaitu sesuai dengan konfigurasi dasar kebudayaanya.
2.
Pendekatan
Rata-rata
Abraham
Kardiner dalam bukunya “The Individual
and His Society” menjelaskan bahwa pengalaman social dalam keluarga,
terutama selama masa pengasuhan, dan dalam teknik subsistensi akan menghasilkan suatu
struktur kepribadian dasar yang sama pada mayoritas anggota suatu masyarakat.
Kemudian melalui interaksi social ciri-ciri dari kepribadian dasar
diproyeksikan kepada kepribadian kedua. Teori Kardiner di samping
memperlihatkan peran pengasuhan anak (orang tua atau rumah tangga) dalam
pembentukan kepribadian, juga memperlihatkan pertalian antara
institusi-institusi yang ada dalam suatu kebudayaan.
3.
Pendekatan
Sosialisasi
Kepribadian orang dewasa ditentukan oleh pola
sosialisasi waktu anak-anak dan remaja yang mencerminkan tuntutan kebudayaan.
Dalam bukunya The Lonely Crowd dia meneliti konsekuensi social dan psikologi
peralihan masyarakat industry awal ke masyarakat makmur.
Konsekuensi-konsekuensi yang jelas terlihat pada dalam pola kehidupan kelas
menengah kota Amerika. Dalam masyarakat makmur, orang tua lebih permisif dan
melakukan sedikit control langsung terhadap anak mereka. Karena itu anak
cenderung untuk tidak menginternalisasi nilai-nilai orangtuanya secara kuat
melainkan mengambil standar-standar dari teman sebayanya. Dia bertumbuh menjadi
orang dewasa yang tidak memiliki akar prinsip-prinsip moral yang kuat dan
menghargai secara kurang atau lebih lengkap adat istiadat kelompoknya.
Reisman
membedakan 3 tipe karakter yang dihasilkan 3 jenis masyarakat, yaitu:
a.
Traditional directed man, anggota masyarakat tersebut kurang sadar akan dirinya
sebagai individu yang berbeda dengan masyarakat sendiri, siapa dia dan apa yang
dibutuhkan ditentukan oleh masyarakat.
b.
Inner directed man, seperti orang borjuis abad ke 19, menginternalisasikan
norma-norma budaya yang ditanamkan kepadanya di rumah dan di sekolah, sehingga
mereka berpikir tentang mereka sebagai mereka dan dirinya dan berjuang untuk
merealisasikannya.
c.
Other directed man, anggota masyarakat ini menyerap nilai-nilai dari
sesamanya.'
s
s
Kritikan terhadap Pendekatan Tradisional
Dalam
menganggap bahwa adanya pola budaya merupakan bukti yang cukup untuk adanya
struktur karakter pada mereka-mereka yang berpartisipasi di dalamnya,
pendekatan tradisional meremehkan beberapa kemungkinan, yaitu:
1.
Meremehkan
batas sejauh mana kebudayaan memungkinkan individu memperkembangkan potensi
uniknya
2.
Meremehkan
keragaman yang dikenal dalam pembentukan karakter yang ternyata bahwa orang tua
menyampaikan kebudayaan dengan cara-cara yang sedikit berlainan
3.
Meremehkan
kenyataan bahwa masing-masing orang menginterprestasikan kebudayaan yang
diterima sesuai dengan tempramen dan sejarah pribadinya
4.
Meremehkan
sejauh mana konteks social, yaitu tuntutan berbagai peran dan situasi
mempengaruhi perilaku seorang individu.
Pendekatan-Pendekatan
yang Lebih Baru
Berlawanan dengan pandangan tradisional
bahwa perilaku yang disetujui secara budaya adalah hasil dari internalisasi
dari norma-norma selama masa kanak-kanak dan remaja. Devereux mengemukakan
bahwa kegiatan tertentu tidak perlu hanya memuaskan sebuah motf budaya yang
telah ditanamkan, aktivitas tersebut mungkin memuaskan serangkaian motif-motif
subjektif. Misalnya seorang guru melatih siswa berenang sesudah jam sekolah
tidak hanya karena ia tahu bahwa kegiatan ekstakurikuler tersebut diharapkan
darinya, tetapi juga karena ia menikmati suasana santai bersama siswanya atau
hal tersebut akan mengingatkannya ke masa remajanya, atau banyak alasan
lainnya.
Bertentangan dengan penekanan ortodok
mengenai pengaruh pembentukan dari pengalaman masa kanak-kanak. Gordon allport
mengatakan bahwa sebenarnya ada tiga tahap dalam pengambilan norma-norma atau
model dari kebudayaan oleh seseorang:
1.
Pengambilan model budaya
2.
Reaksi terhadap model
3.
Pemasukan dari model yang sudah dirubah
sebagai penyesuaian pertama kepribadian yang matang
Kebanyakan
pendidik mempercayai bahwa sekolah, sesudah rumah tangga merupakan alat utama
yang mempengaruhi jalannya kebudayaan melalui pengubahan type-type kepribadian.
Sekarang ini, para pendidik jauh dari sepaham tentang tipe-tipe kepribadian
yang diingini dan yang mungkin. Pendukung pendidikan progresis (percaya
terhadap pengembang suatu kepribadian dengan cepat), sementara pendidikan
konservatif (perubahan yang cepat dan luas memerlukan kepribadian yang lebih
stabil).
0 Response to "Kebudayaan Dan Kepribadian"
Post a Comment